LAPORAN PRAKTEK
LAPANG
PERENCANAAN
PEMBANGUNAN PETERNAKAN
“IDENTIFIKASI
POTENSI PETERNAKAN”
OLEH :
YAYU YUNITA
I 111 14 082
FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
BAB I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Permintaan pangan
hewani asal ternak (daging, telur dan
susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah
penduduk, pendapatan, kesadaran gizi, dan perbaikan tingkat pendidikan.
Sementara itu pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat
mengimbangi meningkatnya jumlah permintaan dalam negeri.
Pengembangan peternakan
mempunyai peranan yang sangat penting dalam mendukung upaya penyediaan bahan
pangan hewani, karena menghasilkan protein bernilai gizi tinggi yang
permintaannya akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk,
tingkat pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi. maka
dari itu dibutuhkan peternak yang memiliki potensi yang lebih dalam
mengembangkan peternakan.
Potensi dapat diartikan
sebagai kemampuan dasar dari sesuatu yang masih terpendam didalamnya yang
menunggu untuk diwujudkan menjadi sesuatu kekuatan nyata dalam diri sesuatu
tersebut. Sedangkan potensi peternak
adalah kemampuan yang melekat pada diri peternak dan dukungan dari keluarganya
untuk mengembangkan usaha ternaknya.Potensi peternak merupakan indikator yang
penting dalam usaha pengembangbiakan ternak. Potensi yang dimiliki oleh peternak
jika dikembangkan akan menuai dampak positif terhadap usaha peternakan. Cara
pemeliharaan ternak masih kurang memperhitungkan potensi dasar peternak yang
dimiliki, penyediaan input produksi, tenaga kerja dan penguasaan teknologi
sebagai bagian keberhasilan usaha peternakan.
I.2
Maksud Dan Tujuan
Maksud dari Praktek
Lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan khusunya mengenai Identifikasi
Potensi Dasar Peternakan adalah untuk mengetahui potensi dasar peternakan yang
dimiliki oleh suatu wilayah sehingga dapat dikembangkan untuk tercapainya
pembangunan peternakan.
Tujuan dari Praktek
Lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan khusunya mengenai Identifikasi
Potensi Dasar Peternakan adalah untuk mengetahui, memahami dan mengoptimalkan
potensi dasar peternakan yang dimiliki oleh suatu wilayah guna menciptakan
kesejahteraan masyarakat dan menciptakan pembangunan peternakan yang
keberlanjutan, yakni mencakup aspek ekologis, social dan ekonomi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1
Tinjauan Umum Perencanaan Pembangunan Peternakan
Perencanaan
pembangunan adalah ilmu pengetahuan yang berfungsi untuk mengidentifikasi
kondisi dan permasalahan riil yang dihadapi, mengantisipasi perkembangan
lingkungan strategik, mengembangkan berbagai skenario mengenai berbagai
kemungkinan yang terjadi, mendapat solusi atas masalah – masalah yang dihadapi
bangsa dan berbagai alternative kebijakan untuk mewujudkan cita – cita dan
tujuan bernegara, maka keberadaan dan perannya sangat diperlukan dalam
penyelenggaran Negara dan pembangunan bangsa (Nugroho, 2014).
Pendekatan sektoral
dalam perencanaan selalu dimulai dengan pertanyaan yang menyangkut sektor apa
yang perlu dikembangkan untuk mencapai tujuan pembangunan. Aziz dalam Firman dkk (2005) menyatakan bahwa
perencanaan pembangunan mengikuti suatu hirarki. Hirarki ke pertama menunjukkan
tujuan pembangunan, hirarki ke dua menunjukkan sektor-sektor mana yang
terpilih, hirarki ke tiga menunjukkan daerah-daerah terpilih, dan hirarki ke
empat menunjukkan kebijakan siasat dan langkah-langkah apa yang perlu diambil.
Otonomi
daerah mengharuskan setiap daerah untuk menggali segenap potensinya di dalam
upaya meningkatkan pembangunan di daerahnya dalam rangka peningkatan
kesejahteraan masyarakatnya. Prioritas pembangunan seringkali menjadi salah
satu permasalahan bagi pemerintah daerah dalam merencanakan pembangunannya.
Misalnya, apakah memprioritaskan wilayah pengembangan atau memprioritaskan
sektoral sebagai prioritas utama pembangunan (Firman dkk, 2005).
Perencanaan pembangunan
di era otonomi daerah telah memberikan kewenangan yang luas untuk membangun wilayahnya
sesuai dengan kemampuan daerah. Perencanaan di peternakan sebagai sektor
strategis untuk mendukung perencanaan pembangunan nasional harus melibatkan pemangku
kepentingan dari pemerintah, swasta dan masyarakat. Keterlibatan
ini dalam gambaran good governance akan memastikan perencanaan berdasarkan
potensi yang tersedia, proses perencanaan yang tepat dan mengetahui hambatan
yang ada, sehingga pada akhirnya akan menghasilkan rencana sesuai dengan
kebutuhan daerah (Suwarjo, 2012).
Peternakan sebagai salah satu sub sektor dalam sektor
pertanian merupakan bagian integral dari keberhasilan petanian di indonesia. Oleh karena itu pembangunan sektor
peternakan diarahkan untuk menigatkan pendapatan petani peternak, mendorong
diversifikasi pangan dan perbaikan kualitas gizi masyarakat serta pengembangan
eksport. Adanya perbaikan tingkat pendapatan dan kesejahteraan rakyat, konsumsi
protein hewani diperkirakan akan terus meningkat disamping peluang dan potensi
pasar domestik, komoditas peternakan juga mempunyai potensi pasar ekspor yang
cukup besar. Pembangunan produksi peternakan menjadi penting sebagai bagian
dari upayah-upayah untuk menciptakan dari suatu
pembangunan yang baik dan perlu mendapat perhatian yang serius dari
berbagai unsur yang ada. Peran pemerintah lebih banyak kepada peran-peran
stimulasi, dinamisasi, regulasi dan fasilitasi bagi masyarakat dan pelaku usaha
peternakan. Sedangkan partisipasi masyarakat perlu terus didorong dan diberi
tempat sejak perencanaan hingga pengawasan untuk berkelanjutan pembangunan
(Sirajuddin dan Nurlaelah, 2014)
Pembangunan
yang dilaksanakan di negara kita memiliki konsep tersendiri, yaitu apa yang
disebut dengan Trilogi Pembangunan, yaitu pemerataan pembangunan beserta
hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan stabilitas nasional
yang sehat dan dinamis. Perencanaan pembangunan diperlukan agar terdapat
kesesuaian antara tujuan yang ingin dicapai dengan ketersediaan sumberdaya dan
mengetahui hubungan wilayah tersebut dengan daerah luar. Adapun tujuan dari
pembangunan suatu wilayah antara lain adalah: (1) mencapai pertumbuhan
pendapatan perkapita yang tinggi, dan (2) menyediakan kesempatan kerja yang
cukup. Apabila kedua tujuan tersebut sudah dicapai, maka tingkat kesejahteraan
masyarakat yang diinginkan akan dapat terlaksana (Iswandi, 1996).
Dalam
konteks pembangunan pertanian yang berkelanjutan, arah pengembangan peternakan
harus berorientasi jangka panjang, di mana sumber daya alam dan sumber daya
manusia harus dijaga keseimbangannya. Hal tersebut ditujukkan agar sumber daya
alam dapat menyediakan barang yang diperlukan oleh manusia dari generasi ke generasi
(Firman dkk, 2005).
II.2
Peranan Peternak dalam Pembangunan Peternakan
Pengalaman pembangunan
menunjukkan bahwa pengembangan sumberdaya manusia menjadi bagian penting untuk
tercapainya keberhasilan pembangunan itu sendiri. Dalam bidang peternakan pentingnya
sumber daya peternak yang berkualitas sangat dirasakan sekali. Saat ini
berbagai kebutuhan terhadap protein asal hasil ternak sebagian besar masih
tergantung pada impor. Padahal dilihat dari potensi wilayah dan tingkat kebutuhan
konsumsi terhadap protein hewani yang terus meningkat, mengharuskan untuk
memiliki kemandirian (Mauludin dkk, 2012).
Pembangunan peternakan
(sebagai bagian dari pertanian) pada hakekatnya berusaha mentransformasikan
sistem peternakan tradisional menjadi system peternakan modern yang maju. Untuk
mentrans-formasikan sistem peternakan tersebut, maka setiap strategi pembangunan
sekurang-kurangnya mencakup dua dimensi prima yaitu dimensi teknis-ekonomi dan
dimensi sosio-kultural. Dimensi teknis-ekonomi menyangkut proses peningkatan
pengetahuan dan keterampilan berusaha para peternak, sementara dimensii
sosio-kultural berintikan proses pentransformasian sikap mental, nilai-nilai,
dan pola interpretasi peternak ke arah yang makin dinamis. Kedua dimensi tersebut
saling terkait dan memiliki logika tersendiri sehubungan dengan elemen elemen yang
mendukungnya (Nurlina, 2007).
Sumber daya manusia
pada usaha peternakan merupakan faktor penting dalam melakukan inovasi dan
ide-ide pengembangan agribisnis. Potensi peternakan membahas tentang sumber
daya ternak meliputi jenis dan populasi ternak di Indonesia. Kontribusi ternak
sebagai sumber pangan hewani, meliputi produk utama yang dihasilkan peternakan,
manfaat ternak secara ekonomi serta prospek dan perkembangan bisnis peternakan
di Indonesia. Umur sangat berpengaruh terhadap kemampuan fisik dalam melakukan
pekerjaan, umumnya umur yang lebih muda akan memiliki kemampuan lebih baik
dalam melakukan usahataninya yang akan menghasilkan produksi lebih banyak serta
lebih giat dan aktif memelihara sapi. Petani yang lebih muda akan lebih cepat
menerima dan menyerap inovasi baru (Sugiarto dan Syarifuddin, 2011)
Faktor – faktor yang
diperhatikan dalam melaksanakan pengembangan sapi potong adalah sumber daya
alam, sumber daya manusia dan sumber daya pakan ternak yang berkesinambunagan,
selanjutya proses budidaya perlu mendapat perhatian melalui bibit, teknologi
dan lingkungan yang strategis yang secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi keberhasilan pengembangannya. potensi dasar yang dimiliki peternak
menunjukan kemampuan suatu kawasan. potensi yang dimaksud adalah pengalaman
beternak, pendidikan formal dan non formal peternak serta intensitas
berkomunikasi peternak (Suroto dan Nurhasan, 2014).
Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang akan lebih mudah dan cepat dalam menerima teknologi baru.
Teknologi kunci sebagai penentu potensi peternak meliputi teknologi pakan,
pencegahan dan penanggulangan penyakit dan seleksi ternak. potensi peternak
dalam teknologi pakan, pencegahan dan penanggulangan penyakit ditentukan oleh
kemammpuan peternak dalam mengobati penyakit ternak yang umum terjadi. potensi
peternak dalam seleksi ternak ditentukan oleh kemampuan peternak melakukan
seleksi pejantan atau induk yang dipelihara (Mosher dalam Musdalifah, 2013).
II.3
Potensi Dasar Peternakan
a. Potensi Tenaga Kerja (SDM)
Manusia
baik sebagai perorangan maupun kelompok, hidup dengan lingkungan yang saling
berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Melalui hubungan yang erat dan
juga timbal balik sifatnya, manusia menyesuaikan diri, memelihara serta
mengelola lingkungan dari hasil hubungan yang dinamik antara manusia dan juga
lingkungannya. Salah satu usaha manusia dalam memanfaatkan lingkungan fisik
adalah usaha peternakan. Dalam usaha ini terjadi aktivitas-aktivitas kaitan
antara dengan ternak, manusia dengan tumbuh-tumbuhan dan manusia dengan manusia
lainnya (peternak dengan pedagang maupun dengan konsumen). Memperoleh
keuntungan dari setiap usaha adalah salah satu sasaran utama, jadi jika
merencanakan suatu usaha sederhana sekalipun dan berharap mendapat keuntungan
diperlukan analisis ekonomi yang tidak saja menyangkut modal tetapi juga
menyangkut manajemen dan pemasaran hasil produksi (Zuhdi, 2011)
Keberhasilan
pembangunan peternakan dengan pendekatan agribisnis ditentukan oleh konsistensi
pengelolaan antar subsistem agribisnis hulu, budidaya, agribisnis hilir, dan
jasa penunjang agribisnis, Oleh karena itu, keberhasilan pembangunan agribisnis
berbasis peternakan akan sangat ditentukan keharmonisan kerjasama tim
(team-work) sumberdaya manusia (SDM) baik yang berada pada agribisnis hulu,
budidaya, agribisnis hilir, danyang ada pada jasa penunjang. Dengan perkataan
Iain, seluruh SDM yang berada pada satu agribisnis komoditas (misalnya
agribisnis ayam ras) dari hulu ke hilir harus dipandang sebagai suatu tim kerja
(team-work) (Musdalifah, 2013).
Sumberdaya
manusia pertanian yang dibutuhkan untuk masa depan adalah SDM yang menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian, memiliki jiwa entrepreneurship, serta
siap menghadapi kompetisi bisnis, baik pada tataran lokal, nasional, regional,
maupun global. Di lain pihak, yang dibutuhkan sekarang dan masa depan adalah
sosok petani berbudaya modern, dengan ciri-ciri antara lain memiliki kemampuan
manajemen modern, mampu bekerjasama, terspesialisasi, dan mampu bekerja secara
produktif dan efisien. Dengan kata lain yaitu sosok petani yang berbudaya industri
sangat dibutuhkan untuk masa kini dan masa depan (Sarengat dkk, 2002).
Peternakan merupakan
sub sektor dari sektor pertanian. Meskipun kontribusinya tidak terlalu besar
terhadap sektor pertanian ataupun terhadap perekonomian secara langsung, namun
dari tahun ke tahun kontribusinya semakin meningkat. Salah satu bagian dari sub
sektor peternakan adalah sapi potong. Sapi merupakan ternak ruminansia besar
yang paling banyak dipelihara oleh peternak. Selain itu sapi potong juga
merupakan sumberdaya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai
ekonomis tinggi disamping menghasilkan produk ikutan lain seperti pupuk, kulit
dan tulang (Ridwan, 2006).
Pembangunan peternakan
pada dasarnya merupakan bidang yang potensial yang memiliki peran penting dan
strategis dalam pembangunan ekonomi di sektor pertanian, khususnya dalam upaya
perluasan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani
peternak dan keluarga petani peternak guna pengentasan kemiskinan serta
peningkatan konsumsi protein hewani dalam rangka peningkatan kecerdasan bangsa.
Pembangunan bidang peternakan merupakan salah satu bagian dasar yang penting
bagi pembangunan nasional yang berorientasi pada peningkatan kemampuan petani
peternak untuk menuju kemandirian sehingga tingkat pendapatan dan
kesejahteraannya semakin meningkat (Yoyo dkk, 2013).
Dalam kehidupan
sehari-hari, ternak memiliki banyak peran yang bermanfaat bagi para pemilik dan
petani pemeliharanya, yaitu antara lain untuk: (i) Sebagai sumber pendapatan yang
dapat meningkatkan daya beli petani, (ii) Menyediakan makanan bergizi, khususnya
protein hewani, khususnya bagi masyarakat pedesaan, (iii) Menciptakan lapangan
pekerjaan, (iv) Menghasilkan bahan input dalam berusahatani seperti: kotoran hewan
sebagai sumber pupuk dan membantu tenaga kerja pertanian, dan (v) Digunakan sebagai
tabungan yang setiap saat dapat dijual dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga
(Bamuali dan Subowo, 2007).
b. Potensi Lahan Dan Lingksungan Fisik
Pertumbuhan ekonomi di
Indonesia yang berdampak langsung pada peningkatan pendapatan perkapita
penduduk serta kesadaran masyarakat akan pentingnya protein telah meningkatkan
permintaan dan konsumsi daging, termasuk daging sapi. Sementara pada sisi
produksi, pertumbuhan populasi sapi tidak mampu mengimbangi pertumbuhan
permintaan (Ridwan, 2006).
Indonesia
merupakan negara yang mempunyai potensi sumberdaya lahan sangat beragam. Keragaman
ini berpengaruh terhadap potensi sumber daya lahan dalam mendukung pengembangan
pertanian khususnya bidang peternakan . Dari luas lahan Indonesia 75 .893 .305 ha,
fisiografi aluvial, volkan dan tektonik dengan topografi datar hingga
bergelombang yang luasnya 45 .300 .781 ha (59,7%) merupakan lahan yang
mempunyai potensi paling baik dalam mendukung pengembangan lahan peternakan.
Lahan lainnya terdiri dari fisografi maring, gambut, perbukitan danpegunungan
yang sebagian masih bisa memberikan dukungan terhadap pengembangan peternakan.
Demikian juga dari keragaman tanah dan iklim, Indonesia sebagai negara
kepualauan mempunyai keragaman yang sangat menguntungkan dalam rangka
penyediaan dan penganekaragaman komoditas pertanian, termasuk pengembangan
peternakan. Adanya keragaman tersebut akan mempengaruhi potensi lahan dalam
kaitannya denga pengembangan suatu komoditas (Suratman dan Busyra, 2006)
Analisis kesesuaian
lahan dan arah pengembangan wilayah peternakan di Indonesia telah dihasilkan, dan
ini dapat memberi warna sebagai infromasi dasar dalam menentukan lokasi yang
tepat untuk wilayah pengembangan ternak ruminansia di Indonesia. Sebelumnya
dalam menentukan wilayah potensial peternakan tertentu, ditenggarai bahwa para
pengambil kebijakan hanya menggunakan sebagian besar dengan ”nalurinya” karena
telah lama berpengalaman di bidangnya dan sedikit yang memakai analisis data
secara menyeluruh untuk menentukan pemwilayahan peternakan tersebut (Sumanto
dan januarni, 2009).
Evaluasi Lahan adalah
cara menentukan tingkat kesesuaian Lahan untuk berbagai alternatif penggunaan
antara lain untuk budidaya pertanian termasuk pengembangan peternakan. Evaluasi
kesesuaian Lahan peternakan dilakukan terhadap kesesuaian Lahan pakan ternak sekaligus
kesesuaian lingkkungan terhadap ternaknya. Analisis evaluasi kesesuaian Lahan
untuk pakan ternak ruminansia mewakili tiga macam jenis strata pakan ternak
yang meliputi jenis rumput-rumputan, perpaduan dan pepohonan terpitih. Selain
itu juga ditakukan penilaian kesesuaian tingkungan ternak ruminansia . Hasil penilaian
kesesuaian lahan pakan ternak dibedakan menjadi : Lahan sesuai (S), sesuai bersyarat
(CS), dan tidak sesuai (N). Sedangkan kesesuaian tingkungan untuk ternak ruminansia
dibedakan menjadi Lahan sesuai (S) dan tidak sesuai (N). Penentuan kesesuaian lahan
peternakan adalah merupakan kominasi dari kesesuaian tingkungan ekologis ternak
dan kesesuaian Lahan untuk pakan ternak (Suratman dan Busyra, 2006).
c.
Potensi Sosial Ekonomi dan Kelembagaan
Bidang peternakan
sebagai sub sektor dari pertanian merupakan bidang usaha yang sangat penting
dalam kehidupan umat manusia. Hal ini terkait dengan kesiapan subsektor ini
dalam menyediakan bahan pangan hewani masyarakat, yang diketahui mutlak untuk
perkembangan dan pertumbuhan. Kandungan gizi hasil ternak dan produk olahannya
sampai saat ini diketahui mempunyai nilai yang lebih baik dibandingkan dengan
kandungan gizi asal tumbuhan. Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan
peternakan untuk memenuhi kebutuhan gizi maka pembangunan peternakan saat ini
telah diarahkan pada pengembangan peternakan yang lebih maju melalui pendekatan
kewilayahan, penggunaan teknologi tepat guna dan penerapan landasan baru yaitu
efisiensi, produktivitas dan berkelanjutan (sustainability). Disamping itu
pembangunan sub sektor peternakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
pembangunan pertanian, harus dilaksanakan secara bertahap dan berencana untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dilakukan antara lain melalui peningkatan
produksi ternak sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat peternak dari
waktu ke waktu. Untuk itu perlu mendorong peternak agar tetap mampu bersaing
baik pada skala lokal, regional, nasional maupun internasional (Syahyuti, 2006).
Pertumbuhan ekonomi
yang tinggi tidak selalu mencerminkan distribusi pendapatan yang adil dan
merata. Sebab, pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini hanya dinikmati oleh
sekelompok kecil masyarakat, seperti: masyarakat perkotaan, sedangkan
masyarakat pedesaan atau pinggiran mendapat porsi yang kecil dan tertinggal.
Kesenjangan di daerah ini semakin diperburuk karena adanya kesenjangan dalam
pembangunan antar sektor, terutama antara sektor pertanian (basis ekonomi
pedesaan) dan non-pertanian (ekonomi perkotaan) (Syahya, 2010).
Menurut
Syahyuti (2006) kelembagaan (institution) sebagai aturan main (rule of game)
dan organisasi, berperan penting dalam mengatur penggunaan/ alokasi sumber daya
secara efisien, merata dan berkelanjutan. Sebagai hasil dari pembagian
pekerjaan dan spesialisasi pada sistem ekonomi maju sering mengarah kepada
keadaan dimana orang-orang menjadi hampir tidak mampu lagi berdiri sendiri
dalam arti mereka tidak dapat menghasilkan barang-barang dan jasa yang
dibutuhkan untuk kehidupan (konsumsinya) sehingga pemenuhan kebutuhannya
diperoleh dari orang/pihak lainnya yang bespesialisasi melalui suatu pertukaran
yang dalam ekonomi disebut transaksi ekonomi. Agar transaksi ekonomi dapat
berlangsung perlu adanya koordinasi antar berbagai pihak dalam sistem ekonomi
yang sekaligus juga mencakup aturan representasi dari pihak-pihak yang
berkoordinasi tersebut. Pada dasarnya ada dua bentuk koordinasi utama yaitu
koordinasi untuk keperluan :
1. Transaksi
melalui sistem pasar, dimana harga-harga menjadi panduan dalam
mengkoordinasikan alokasi sumberdaya-sumberdaya tersebut jadi harga-harga
berperan sebagai pemberi isyarat dan sebagai pembawa informasi yang mengatur
koordinasi alokasi sumberdaya kepada pembeli dan penjual.
2. Transaksi tersebut dilakukan
dalam sistem organisasi-organisasi yang berhirarki di luar sistem pasar dimana
wewenang kekuasaan berperan sebagai koordinator dalam mengatur alokasi
sumberdaya tersebut. Suatu kelembagaan adalah suatu pemantapan perilaku yang
hidup pada suatu kelompok orang yang merupakan sesuatu yang stabil, mantap dan
berpola; berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat; ditemukan
dalam sistem sosial tradisional dan modern atau bisa berbentuk tradisional dan
modern dan berfungsi mengefisienkan kehidupan sosial.
II.4
Permasalahan Perencanaan Pembangunan Pada Potensi Dasar Peternak
Penyelenggaraan
kehidupan dan bernegara pada hakikatnya bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan seluruh masyakat. sehubungan dengan itu, tugas pemerintah selaku
salah satu unsur penyelenggara Negara antara lain adalah melaksanakan
pembangunan perekonomian untuk sebesar - besarnya kemakmuran rakyat.
pembangunan dibidang ekonomi ini mencangkup berbagai sector dan subsector
pembangunan, diantaranya adalah sektor pertanian dan subsektor peternakan
(Arabinaya, 2013).
Kebutuhan pangan asal
ternak akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya
pendapatan masyarakat dan kesadaran gizi, urbanisasi, dan terjadinya perubahan
pola makan. Urbanisasi akan mengubah gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat yang
tinggal di perkotaan, yang umumnya memiliki pendapatan lebih tinggi dari pada mereka
yang tinggal di pedesaan (Musdalifah, 2013).
Dengan terus bertambahnya
jumlah penduduk maka kebutuhan pangan utama seperti beras, kedelai, dan gula akan
semakin tinggi, sehingga pemanfaatan lahan dan air akan lebih diprioritaskan
untuk pangan utama tersebut. Hal ini akan semakin berat bagi subsektor
peternakan untuk meningkatkan produksinya. Lahan-lahan penggembalaan produktif akan
dimanfaatkan untuk tanaman pangan, dan peternakan akan beralih ke arah
peternakan intensif atau semiintensif dengan sistem integrasi tanaman ternak,
terutama untuk ternak ruminansia. Kemungkinan peternakan akan tetap berkembang
pada daerah - daerah dekat konsumen (di pinggiran kota) dengan mendatangkan
bahan pakan dan pakan melalui perbaikan sistem transportasi, terutama untuk
unggas (Bahri dan Tiesnamurti, 2012).
Untuk mencapai tujuan
pembangunan peternakan tersebut perlu dirumuskan strategi dan kebijakan dalam
usaha memperkuat agribisnis ternak local dan bagaimana meraih peluang – peluang
baik di dalam negeri maupun luar negeri. upaya penulisan rencana pembangunan
peternakan merupakan sumbangan pikiran dengan harapan industry agribisnis
peternakan mencapai kemandirian dalam swasembada dalam waktu relative pendek
sementara plasma nutfah dapat dikembangkan (Yusdja dan Ilham, 2006).
Namun dalam
merencanakan pembangunan peternakan terdapat beberapa masalah sebagai
penghambat tujuan, seperti yang dikutip dari pernyataan Bahri dan Tiesnamurti
(2012) yang menyatakan bahwa Indonesia yang memiliki daratan sepertiga dari
seluruh wilayahnya (dua pertiga merupakan lautan), hanya memiliki daratan
seluas 1,9 juta km2 atau 190 juta ha (Badan Pusat Statistik 2008b). Luas sawah
sekitar 8 juta ha, perkebunan 20 juta ha, dan kehutanan 140 juta ha. Lahan
untuk peternakan tidak tersedia secara khusus sehingga peternakan tidak memiliki
kawasan khusus seperti padang rumput yang luas (pastura) untuk penggembalaan
atau untuk tanaman pakan ternak. Akibatnya pemeliharaan ternak menjadi tersebar
dan dikembangkan secara terintegrasi dengan berbagai tanaman yang ada. Keadaan
ini berbeda dengan di Brasil yang lahan untuk peternakannya mencapai 170 juta
ha dengan populasi sapi potongnya mencapai 205 juta ekor.
Menurut Firman (2006)
permasalahan pembangunan peternakan disetiap provinsi yaitu kurangnya pembinaan
kepada peternak terutama peternak yang berprofesi sebagai penambang timah yang
tidak punya kemampuan dalam beternak, kekurangan sumber daya
manusia di dinas provinsi khususnya petugas keswan dapat menjadi salah satu
penghambat kegiatan sehingga perlu ditambah, sarana dan prasarana pendukung
pengembangan peternakan sapi potong yang perlu ditingkatkan agar kinerja dinas
dapat ditingkatkan, pengembangan perbibitan sapi potong sangat diperlukan agar pengadaan
bibit tidak tergantung pada Lampung, serta kurangnya kebijakan
pemerintah yang mendukung pada pengembangan sapi potong.
BAB III
METODEOLOGI PRAKTEK LAPANG
III.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktek lapang perencanaan
pembangunan peternakan mengenai identifikasi potensi dasar peternakan
dilaksnakan pada hari Jum’at tanggal 28 sampai hari minggu tanggal 30 Oktober 2016.
Bertempat di Desa Balusu, Kecamatan Balusu, Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi
Selatan.
III.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis
data yang digunakan dalam praktek lapang perencanaan pembangunan peternak
mengenai potensi dasar peternak yang bertempat di Desa Ballusu, Kecamatan
Ballusu Kabupaten Barru, Ada dua yaitu sebagai berikut:
1. Data kuantitatif, yaitu prosedur penelitian
yang dihasilkan data deskriptif berupa kata-kata oleh atau lisan dari
orang-orang atau pelaku yang dapat diamati
2. Data
kualitatif, yaitu penelitian yang melahirkan pengukuran lingkungan suatu ciri tertentu,
penelitian kuantitatif mencakup setiap jenis penilitian yang didasarkan atas
perhitungan presentasi rata-rata kuadrat dan perhitungan statisti lainnya.
III.3
Metode Pengambilan Data
a.
Obsevasi, yaitu pengambilan data yang
dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap objek yang akan di teliti.
b.
Wawancara, yaitu melakukan wawancara
langsung dengan pihak masyarakat mengenai variabel - variabel praktek lapang
dan menggunakan bantuan kusioner.
c.
Studi Kepustakaan, yaitu berdasarkan beberapa
buku sebagai literatur dan landasan teori yang berhubungan dengan penelitian
ini.
III.4
Kegiatan Yang Dilakukan
Kegiatan yang dilakukan
dalam praktek lapang perencanaan pembangunan peternakan mengenai identifikasi
potensi dasar peternaknan yang dilakukan di dusun balusu desa balusu kecamatan
balusu kabupaten barru ialah melakukan diskusi kelompok dengan petani peternak
dan mencari tahu permasalahan permasalan yang sedang dihadapi khusunya mengenai
identifikasi potensi dasar peternakan dan menggali potensi potensi dari
peternak serta memberikan solusi atau pemecahan masalah dari permasalah yang
dihadapai.
Alat analisis yang
digunakan adalah statistic deskriptif yang didasarkan pada masyarakat tentang
identifikasi potensi dasar peternakan di dusun balusu desa balusu kecamatan
balusu kabupaten barru menggunakan metode Delphi dengan tujuan untuk mengetahui
pendapat masyarakat, dalam hal ini orang
orang yang mengetahui isu permasalahan serta kondisi dilapangan yang
sebenarnya. Dengan demikian diperoleh informasi yang diinginkan. Tahapan dalam
metode dilphi adalah sebagai berikut :
a.
Spesifiasi isu, peneliti harus menentuka
issu apa yang harus dikomentari responden
b.
Membuat kuisioner yang esuai dengan issu
yang telahber ditetapkan oleh peneliti
c.
Menyeleksi responden, para responden
sebisa mungkin berbeda, tidak hanya dalam posisi mereka tetapi juga
mengenalinya
d.
Menyiapksn laporan akhir, mencakup
ulasan tentang berbagai issu dan pilihan yang mengemukakan yang menjelaskan
pilihan dan pola yang diterapkan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Variabel Potensi Peternak
IV. 1.1 Potensi Dasar
Berdasakan hasil praktek lapang Perencanaan Pembangunan
Peternakan yang dilakukan di Desa Balusu
Kecamatan Balusu Kabupaten Barru diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel
1:
Tabel. 1 Potensi Dasar
Variabel Nilai Pembobot Skor
|
|||
Lama
beternak
·
5-10 tahun 5 2,5 12,5
Pendidika
formal
·
SLTP 6 4,25 25,5
Pendidikan
non formal
·
Tidak ada 0 2,75 0
Kemampuan
membaca
dan
menghitung
·
Dapat 10 3,75 3,75
Intensitas
berkomunikasi
·
<1 kali perminggu 1 4 4
|
|||
Total
|
|
|
79,5
|
Sumber:
Data Primer Praktek Lapang Perencanaan
Pembangunan Peternakan Desa Balusu, 2016.
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden
memiliki tingkat potensi dasar tinggi dengan total skor 79,5. Hal ini dikarenakan lamanya peternak
berternak cukup lama sehingga peternak memiliki pengalaman beternak yang dapat diaplikasikan dalam usaha peternakan sehingga meningkatkan kualitas sumber daya manusia khususnya
peternak.
Hal ini sesuai dengan pendapat Suroto dan Nurhasan (2014), Faktor
– faktor yang diperhatikan dalam melaksanakan pengembangan sapi potong adalah
sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya pakan ternak yang
berkesinambunagan, selanjutya proses budidaya perlu mendapat perhatian melalui
bibit, teknologi dan lingkungan yang strategis yang secara langsung maupun
tidak langsung mempengaruhi keberhasilan pengembangannya. potensi dasar yang
dimiliki peternak menunjukan kemampuan suatu kawasan. potensi yang dimaksud
adalah pengalaman beternak, pendidikan formal dan non formal peternak serta
intensitas berkomunikasi peternak.
IV.1.2 Potensi Tenaga Kerja
Berdasakan
hasil praktek lapang
Perencanaan Pembangunan Peternakan
yang dilakukan di Desa Balusu Kecamatan Balusu Kabupaten Barru diperoleh hasil yang dapat
dilihat pada Tabel 2:
Table 2. Konversi Satuan Ternak
Jenis Ternak
|
Umur
|
Ekor/ST
|
Sapi Potong
-
Dewasa
-
Muda
-
Anak
|
>2 tahun
<2 tahun
<1 tahun
|
5
0
1.25
|
Jumlah
|
|
6.25
|
Sumber:
Data Primer Praktek Lapang Perencanaan
Pembangunan Peternakan Desa Balusu, 2016.
Tabel 3. Kebutuhan Tenaga Kerja
Persatuan Ternak
Jenis Tenak
|
HKP/Satuan
|
Periode Waktu
|
Sapi Potong
|
86,479
|
1 tahun
|
Sumber:
Data Primer Praktek Lapang Perencanaan
Pembangunan Peternakan Desa Balusu, 2016.
Tabel 4. Kriteria Penilaian Variabel
Tenaga Kerja
Jenis Ternak
|
Kriteria PTK(ST)
|
Nilai
(1)
|
Pembobot
(2)
|
Skor (1x2)
|
Sapi Potong
|
2
|
1
|
8
|
16
|
Sumber:
Data Primer Praktek Lapang Perencanaan
Pembangunan Peternakan Desa Balusu, 2016.
Tenaga kerja yang rendah dengan total skor 16. Hal ini dikarenakan tenaga kerja yang digunakan untuk usaha peternakan
rakyat hanya dilakukan oleh anggota keluarga sehingga manajemen pemeliharaan
yang dilakukan kurang maksimal bergantung pada jumlah anggota keluarga yang
dimiliki. hal ini sesuai dengan pendapat Sarengat dkk, (2002)
yang menyatakan bahwa Sumberdaya manusia pertanian yang dibutuhkan untuk masa
depan adalah SDM yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian,
memiliki jiwa entrepreneurship, serta siap menghadapi kompetisi bisnis, baik
pada tataran lokal, nasional, regional, maupun global. Di lain pihak, yang
dibutuhkan sekarang dan masa depan adalah sosok petani berbudaya modern, dengan
ciri-ciri antara lain memiliki kemampuan manajemen modern, mampu bekerjasama,
terspesialisasi, dan mampu bekerja secara produktif dan efisien. Dengan kata
lain yaitu sosok petani yang berbudaya industri sangat dibutuhkan untuk masa
kini dan masa depan.
IV.1.3 Potensi Penguasaan Teknologi
Berdasakan
hasil praktek lapang
Perencanaan Pembangunan Peternakan yang dilakukan Perencanaan Pembangunan Peternakan di Desa Balusu Kecamatan Balusu Kabupaten
Barru diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 5:
Table 5. Nilai dan Bobot Variabel
Penguasaan Teknologi Peternak
No
|
Variabel
|
Nilai (1)
|
Pembobot
|
Skor (2)
|
1
2
3
|
·
Memilih Pakan >Dapat
·
Menyediakan Pakan >hanya dapat Mengumpulkan
Kemanpuan dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit
·
Hanya dapat menanggulangi penyakit luar
Kemanpuan dalam seleksi pejantan /induk
|
5
1
5
1
|
3,75
3,75
3,75
3,75
|
18,75
3,75
18,75
3,75
|
|
TSP
|
|
|
45
|
Sumber:
Data Primer Praktek Lapang Perencanaan
Pembangunan Peternakan Desa Balusu, 2016.
Berdasarkan
tabel 5 diketahui bahwa
responden memiliki penguasaan peternak tinggi dengan skor 45. Hal ini disebabkan pengetahuan peternak
untuk mencukupi kebutuhan nutrisi ternak yang masih
kurang ditandai dengan peternak hanya dapat mengumpulkan pakan dari padang
penggembalaan tanpa melakukan perlakuan pada pakan yang akan diberikan pada
sapi, selain itu pengetahuan untuk mengobati penyakit dalam masih kurang.
Hal ini sesuai dengan pendapat Mosher dalam Musdalifah (2013) yang menyatakan
bahwa teknologi kunci sebagai penentu potensi peternak meliputi teknologi
pakan, pencegahan dan penanggulangan penyakit dan seleksi ternak. potensi
peternak dalam teknologi pakan, pencegahan dan penanggulangan penyakit
ditentukan oleh kemammpuan peternak dalam mengobati penyakit ternak yang umum
terjadi. Potensi peternak dalam seleksi ternak ditentukan oleh kemampuan
peternak melakukan seleksi pejantan atau induk yang dipelihara
IV.1.4 Potensi Penyediaan input produksi
Berdasakan
hasil praktek lapang
Perencanaan Pembangunan Peternakan yang dilakukan di Desa Balusu Kecamatan Balusu Kabupaten Barru
diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 6:
Tabel 6. Kebutuhan Luas Kandang
Jenis ternak
|
Luasan kandang (m2/ST)
|
Luas kandang tersedia
|
Sapi potong
|
18.75 m2
|
8 m2
|
Sumber:
Data Primer Praktek Lapang Perencanaan
Pembangunan Peternakan Desa Balusu, 2016.
Potensi
Kepemilikan Kandang :
KPPTk = (KTkI - Tssi)
= (2,5 – 6,25)
= - 4,25
Berdasarkan tabel 6 mengenai luasan kandang diketahui bahwa kandang yang
dimiliki responden tidak tercukupi karena luasan kandang lebih luas dibanding luas kandang yang tersedia. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan
peternak terhadap kebutuhan luasan kandang serta pemeliharaan ternak masih
tradisional sehingga kandang yang dibuat hanya seadanya saja. Hal ini sesuai
dengan pendapat Firman (2006) yang
menyatakan bahwa permasalahan pembangunan peternakan disetiap provinsi yaitu
kurangnya pembinaan kepada peternak terutama peternak yang berprofesi sebagai
penambang timah yang tidak punya kemampuan dalam beternak, kekurangan
sumber daya manusia di dinas provinsi khususnya petugas keswan dapat menjadi salah
satu penghambat kegiatan sehingga perlu ditambah, sarana dan prasarana pendukung
pengembangan peternakan sapi potong yang perlu ditingkatkan agar kinerja dinas
dapat ditingkatkan, pengembangan perbibitan sapi potong sangat diperlukan agar pengadaan
bibit tidak tergantung pada Lampung, serta kurangnya kebijakan
pemerintah yang mendukung pada pengembangan sapi potong.
Tabel 7. Kebutuhan Modal
Investasi Dan Modal Kerja Beberapa Jenis Peternak
Jenis ternak
|
Kebutuhan modal (RP/ST)
|
Sapi potong
|
Rp.2.000.000
|
Sumber
: Data Primer Praktek Lapang
Perencanaan Pembangunan Peternakan Desa Balusu, 2016.
Berdasarkan
tabel 7 mengenai kebutuhan modal investasi dan modal kerja dari beternak sapi
potong modal yang dibutuhkan oleh responden dari praktek lapang Perencanaan
Pembangunan Peternakan dalam usaha peternakan sapi potong yaitu sebanyak Rp.
2.000.000. modal yang dibutuhkan relative rendah disebabkan responden dalam
memulai usaha peternakan ini tergolog masyarakat berpendapatan rendah sehingga
modal yang dikeluarkannya relative sedikit. Hal ini sesuai dengan pendapat Syahyuti
(2006) yang menyatakan bahwa bidang peternakan sebagai sub sektor dari
pertanian merupakan bidang usaha yang sangat penting dalam kehidupan umat
manusia. Hal ini terkait dengan kesiapan sub sektor ini dalam menyediakan bahan
pangan hewani masyarakat, yang diketahui mutlak untuk perkembangan dan
pertumbuhan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan
distribusi pendapatan yang adil dan merata. Sebab, pertumbuhan ekonomi yang
tinggi ini hanya dinikmati oleh sekelompok kecil masyarakat, seperti:
masyarakat perkotaan, sedangkan masyarakat pedesaan atau pinggiran mendapat
porsi yang kecil dan tertinggal.
IV.2 Kajian FGD dan
Kuisioner
FGD
merupakan suatu metode yang dilakukan dalam kegiatan praktek laang perencanaan
pembangunan peternakan dengaan harapan untuk mengetahui masalah dan mencari
solusi untuk permasalahan yang dialami peternak didesa Balusu Kecaamatan Balusu
Kabupaten Barru. Dari hasil kegiatan FGD praktek lapang perencanaan pembangunan
peternakan di Desa Balusu Kecaamatan Balusu Kabupaten Barru, diketahui bahwa
masalah utama peternak yaitu kurangnya kesadaran peternk akan pentingnya
manajemen perkandangan untuk sapi yang dipelihara. Hal ini disebabkan karena
peternak merupakan pekerjaan sampingan selain bertani sehingga peternaak tidak
fokus dalam pengoptimalan pemeliharaan ternak, ditambah lagi keadaan lingkungan
yang tidak mendukung ketersediaan pakan dan kondisi tanah yang mudah terkena
banjir membuat peternak memilih memelihara ternak diatas gunung dan lahan persawahan.
Hal ini berdampak pada manajemen keamanan ternak dan penanganan penyakit.
Maka
dari itu diharapkan peran dari pihak dinas kesehatan untuk menumbuhkan
kesadaran peternak untuk mengoptimalkan pemeliharaan ternak sapi. Selain itu
pelatihan penanaman hijauan untuk membantu ketersediaan hijauan ternk dan
pembngunan kandang yang layak serta untuk perkandangan merupakan hl dibutuhkan
peternak untuk menigkatkan produktifitas peternak.
IV.3 Permasalahan Perencanaan Pembangunan
Peternakan pada Potensi Dasar Peternak
Berdasarkan hasil yang di dapatkan dari
praktek lapang perencanaan pembagunan peternakan di Desa Balusu Kecamatan
Balusu Kabupaten Barru pada FGD (Focus Grup Discution) tentang permasalahan
perencanaan pembangunan peternakan pada potensi dasar peternak yaitu kurangnya
kesadaran masyarakat tentang pentingnya manajemen pemeliharaan ternak yang
baik. Petani peternak hanya menggembalakan ternaknya di pegunungan, akibat kurangnya
hijauan makanan ternak pada lingkungannya dan keadaan lingkungan yang sering
banjir sehingga peternak hanya menggembalakan ternaknya di daerah pegunungan
tanpa membuat kandang. Petani peternak hanya dapat mengumpulkan pakan karena
kurangnya pemahaman peternak di desa tersebut untuk mengolah pakan dan
kurangnya penguasaan teknologi pengolahan pakan. Hal ini dapat berdampak pada
ketahanan ternak terhadap penyakit dan keamanan pakan yang dimakan.
Inovasi yang dapat di lakukan yaitu kita dapat melakukan
penyuluhan tentang pentingnya manajemen perkandangan pada ternak sapi potong,
kesehatan ternak dan cara pengolahan pakan agar nutrisi pada ternak dapat
terpenuhi.
Tabel.
8 Perencanaan Pembagunan Peternakan Pada
Potensi Dasar Peternakan
Perencanaan
|
Bulan
|
|||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
|
Penyuluhan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pembuatan
Kandang
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Berdasarkan tabel. 8
dapat di ketahui bahwa Perencanaan Pembaguna Peternakan, penyuluhan dilakukan 4
kali setahun di mana diadakan pada bulan maret, juni, september dan desember.
Menurut petani/peternak kegiatan penyuluhan tersebut masih tergolong kurang karena
masalah dan kebutuhan yang di hadapi oleh masyarakat belum sepenuhnya terpenuhi
oleh kegiatan penyuluhan tersebut. Pada kegiatan Pembuatan Kandang di
laksanakan 4 kali dalam setahun di mana di adakan pada bulan april, agustus dan
desember. Kegiatan pembuatan kandang tersebut sudah cukup baik karna di lakukan
tiga kali dalam setahun dimana hal ini sesuai dengan program yang di rencanakan
untuk Pembuatan Showroom di Desa Balusu Dusun Balusu Kecamatan Balusu Kabupaten
Barru.
IV.3 Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Rencana anggaran biaya
(RAB) untuk pembuatan kandang/showroom di Dusun Balusu Desa Balusu Kecamatan
Balusu Kabupaten Balusu dapat dilihat pada Tabel 9 :
Tabel
9. Rencana Anggaran Biaya (RAB)
No.
|
Jenis Kegiatan
|
Volume
|
Harga satuan
(Rp)
|
Jumlah (Rp)
|
1.
|
Evaluasi Kondisi Geografis
a.
Lahan
|
300 Ha
|
1.500.000
|
450.000.000
|
2.
|
Sosialisasi
a.
Penyuluhan
|
4 bulan
|
2.000.000
|
8.000.000
|
3.
|
Penyediaan Peralatan
a.
Pembelian Kayu dan peralatan lain
|
4 paket
|
55.000.000
|
220.000.000
|
4.
|
Penyediaan teknologi pengolahan pakan
a.
Mesin cacah/coper
|
2 buah
|
20.000.000
|
40.000.000
|
|
Jumlah Total
|
|
|
718.000.000
|
Berdasarkan
hasil identifikasi masalah dari Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan oleh Kepala Dinas Peternakan Kab.Barru serta paparan dari salah satu
responden masyarakat Dusun Balusu, Desa Balusu kec. Balusu, Kab. Barru
diperoleh jumlah total rencana anggaran biaya untuk pembuatan kandang/showroom sebesar Rp.718.000.000 Biaya ini diperoleh dari jumlah
dana evaluasi kondisi geografis yaitu lahan perkandangan sebesar Rp. 450.000.000.000, dan sosialisasi penyuluhan 8.000.000, Penyediaan peralatan berupa pembeliaan kayu dan peralatan lainnya
dengan anggaran 220.000.000, dan penyediaan teknologi pengolahan pakan
berupa mesin cacah /copper dengan anggaran Rp. 40.000,000.
BAB V
PENUTUP
V.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil
praktek lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan di Desa balusu kecamatan
balusu kabupaten barru didapatkan hasil dari responden bernama rahmatan
memiliki usaha peternakan sapi potong yang berjumlah 10 ekor dengan potensi
dasar yang dimiliki mencapai skor 79,5 yang termasuk dalam penilaian skor
tinggi, tenaga kerja dari 6,25 satuan ternak yang dikerjakan oleh 2 orang yaitu
dengan suaminya sehingga didapatkan skor 16, penguasaan teknologi mendapatkan
skor 45 hal ini disebabkan karena pengetahuan peternak untuk mencukupi
kebutuhan nutrisi ternak masih kurang, kebutuhan luas kandang yang dibutuhkan
dari 6,25 ST yaitu 18,75 m2 sedangkan kandang yang tersedia hanya seluas 8 m2.
serta modal yang dibutuhkan dalam
memulai usaha beternak sapi potong sebanyak Rp. 2.000.000 hal ini dikarenakan
tingkat pendapatan peternak yang relatif rendah.
V.2
Saran
Sebaiknya
dalam melakukan praktek lapang perencanaan pembangunan peternakan harus
diperhatikan materi perkuliahan agar lebih cepat memberikan materi yang
berhubungan dengan praktek lapang terlebih dahulu baru melaksanakan praktek
lapang. saran untuk asisten agar selalu baik hati kepada kami praktikan serta
saran untuk praktek lapang sebaiknya mengoptimalkan waktu sebanding dengan
kegiatan selama praktek lapang perencanaan pembangunan peternakan.
DAFTAR
PUSTAKA
Arabinaya.
2013. Perencanaan Strategik Pengembangan Agribisnis Peternakan Sapi Potong.
Program Pasca Sarjana Manajemen Dan Bisnis Institut Pertanian Bogor. Bogor
Bahri,
Sjamsul. Dan Tiesnamurti, Bess. 2012. Strategi Pembangunan Peternakan
Berkelanjutan Dengan Memanfaatkan Sumber Daya Lokal. Pusat Penelitian
Dan Pengembangan Peternakan. Bogor
Bamualim,
Abdullah. Dan Subowo G. 2007. Potensi Dan Peluang Pengembangan Ternak Sapi Di
Lahan Perkebunan Sumatera Selatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi
Sumatera Barat. Padang
Firman,
Ac hmad. 2006. Hasil Evaluasi Program
Pembangunan Peternakan Dan Tinjauan Masa Depan Melalui Perspective Analysis.
Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Bandung
Firman,
Achmad . Linda Herlina. Dan Marina Sulistyati. 2005. Analisis Development
Diamond Dan Potensi Wilayah Pengembangan Peternakan Yang Berwawasan Lingkungan
Di Kabupaten Majalengka. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Bandung
Iswandi,
Shodiq. 1996. Analisis Kawasan Usaha Pengembangbiakan dan Penggemukan Sapi
Potong Berbasis Sumberdaya Lokal Pedesaan untuk Program Nasional Percepatan
Pencapaian Swasembada Daging Sapi. Fakultas Peternakan, Universitas
Jenderal Soedirman. Purwokerto
Mauludin,
M. Ali. Sugeng Winaryanto. dan Syahirul Alim. 2012. Peran Kelompok dalam Mengembangkan
Keberdayaan Peternak Sapi Potong (Kasus Di Wilayah Selatan Kabupaten
Tasikmalaya). Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung
Musdalifah.
2013. Pembangunan Agribisnis Berbasis Peternakan Dan Implikasinya Bagi Pengembangan
Sumber Daya Manusia. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Bandung
Nugroho.2014.
Model Kelembagaan Integrasi Perencanaan Pembangunan Peternakan. Program
Pascasarjana Manajemen Dan Bisnis Institut Pertanian Bogor. Bogor
Nurlina,
Lilis. 2007. Upaya Transformasi Peternak Sapi Perah Melalui Keseimbangan
Dimensi Sosio-Kultural Dan Teknis-Ekonomis. Fakultas Peternakan Universitas
Padjadjaran. Bandung
Ridwan,
Sofy Saeful. 2006. Potensi Dan Strategi Pengembangan Usaha ternak Sapi Potong
Di Kabupaten Sumedang. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor
Sarengat,
Warsono. Joelal Achmadi dan Bambang
Trisetyo Eddy. 2002. Pemberdayaan Sumberdaya Manusia Peternakan Menuju Usahaternak
Unggas Yang Berdaya Saing. Fakultas Peternakan Universitas Dipoenegoro.
Semarang
Sugiarto
dan Syafruddin. 2011. Peranan Kelompok
Peternak Sapi Potong Dengan Pendekatan Sistem Integrasi Padi Ternak (Sipt) Di
Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Dan Jawa Barat. Pusat Analisis Sosial Ekonomi
Dan Kebijakan Pertanian Badan Litbang, Departemen Pertanian. Jakarta
Sujarwo.
2012. Perencanaan Bidang Peternakan Dalam Perspektif Good Governance. Fakultas
Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya. Malang
Sumanto
dan Juarini. 2009. Potensi Lahan Pengembangan Sapi Potong Menunjang
Ketersediaan Daging Di Kabupaten 50 Koto Sumatera Barat. Balai Penelitian
Ternak. Bogor
Suratman
dan Busyra. 2006. Potensi Sumberdaya Lahan Sebagai Basis Tata Ruang Pengembangan
Peternakan Ruminansia Di Indonesia. Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian. Jambi
Suroto
dan Nurhasan. 2014. Kebijakan Sub Sektor Peternakan Dalam Mendukung
Pengembangan Sistem Integrasi Sawit-Sapi. Direktur Pengembangan Peternakan,
Ditjen Bina Produksi Peternakan. Jakarta
Yoyo,
Mochamad Sugiarto dan Agus Priyono. 2013. Analisis Potensi Peternak Dalam
Pengembangan Ekonomi Usaha Kambing Lokal Di Kabupaten Banyumas. Fakultas
Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto
Yusdja,
Yusmichad. Dan Ilham, Nyak. 2006. Arah Kebijakan Pembangunan Peternakan Rakyat.
Pusat Analisis Social Ekonomi Dan Kebijakan Pertanian. Bogor
Zuhdi,
A. 2011. Analisis Usaha Peternakan Burung Puyuh Di Desa Gajahan Kecamatan
Colomadu Kabupaten Karanganyar. Fakultas Peternakan Universitas Dipoenegoro.
Semarang