Sabtu, 26 November 2016

perencanaan pembangunan peternakan



LAPORAN PRAKTEK LAPANG
PERENCANAAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN





“IDENTIFIKASI POTENSI PETERNAKAN”







OLEH :




YAYU YUNITA
I 111 14 082









 













FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016








BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur  dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran gizi, dan perbaikan tingkat pendidikan. Sementara itu pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi meningkatnya jumlah permintaan dalam negeri.
Pengembangan peternakan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mendukung upaya penyediaan bahan pangan hewani, karena menghasilkan protein bernilai gizi tinggi yang permintaannya akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, tingkat pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi. maka dari itu dibutuhkan peternak yang memiliki potensi yang lebih dalam mengembangkan peternakan.
Potensi dapat diartikan sebagai kemampuan dasar dari sesuatu yang masih terpendam didalamnya yang menunggu untuk diwujudkan menjadi sesuatu kekuatan nyata dalam diri sesuatu tersebut.  Sedangkan potensi peternak adalah kemampuan yang melekat pada diri peternak dan dukungan dari keluarganya untuk mengembangkan usaha ternaknya.Potensi peternak merupakan indikator yang penting dalam usaha pengembangbiakan  ternak. Potensi yang dimiliki oleh peternak jika dikembangkan akan menuai dampak positif terhadap usaha peternakan. Cara pemeliharaan ternak masih kurang memperhitungkan potensi dasar peternak yang dimiliki, penyediaan input produksi, tenaga kerja dan penguasaan teknologi sebagai bagian keberhasilan usaha peternakan.

I.2 Maksud Dan Tujuan
Maksud dari Praktek Lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan khusunya mengenai Identifikasi Potensi Dasar Peternakan adalah untuk mengetahui potensi dasar peternakan yang dimiliki oleh suatu wilayah sehingga dapat dikembangkan untuk tercapainya pembangunan peternakan.
Tujuan dari Praktek Lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan khusunya mengenai Identifikasi Potensi Dasar Peternakan adalah untuk mengetahui, memahami dan mengoptimalkan potensi dasar peternakan yang dimiliki oleh suatu wilayah guna menciptakan kesejahteraan masyarakat dan menciptakan pembangunan peternakan yang keberlanjutan, yakni mencakup aspek ekologis, social dan ekonomi.
           


           










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tinjauan Umum Perencanaan Pembangunan Peternakan
            Perencanaan pembangunan adalah ilmu pengetahuan yang berfungsi untuk mengidentifikasi kondisi dan permasalahan riil yang dihadapi, mengantisipasi perkembangan lingkungan strategik, mengembangkan berbagai skenario mengenai berbagai kemungkinan yang terjadi, mendapat solusi atas masalah – masalah yang dihadapi bangsa dan berbagai alternative kebijakan untuk mewujudkan cita – cita dan tujuan bernegara, maka keberadaan dan perannya sangat diperlukan dalam penyelenggaran Negara dan pembangunan bangsa (Nugroho, 2014).
Pendekatan sektoral dalam perencanaan selalu dimulai dengan pertanyaan yang menyangkut sektor apa yang perlu dikembangkan untuk mencapai tujuan pembangunan. Aziz  dalam Firman dkk (2005) menyatakan bahwa perencanaan pembangunan mengikuti suatu hirarki. Hirarki ke pertama menunjukkan tujuan pembangunan, hirarki ke dua menunjukkan sektor-sektor mana yang terpilih, hirarki ke tiga menunjukkan daerah-daerah terpilih, dan hirarki ke empat menunjukkan kebijakan siasat dan langkah-langkah apa yang perlu diambil.
            Otonomi daerah mengharuskan setiap daerah untuk menggali segenap potensinya di dalam upaya meningkatkan pembangunan di daerahnya dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Prioritas pembangunan seringkali menjadi salah satu permasalahan bagi pemerintah daerah dalam merencanakan pembangunannya. Misalnya, apakah memprioritaskan wilayah pengembangan atau memprioritaskan sektoral sebagai prioritas utama pembangunan (Firman dkk, 2005).
Perencanaan pembangunan di era otonomi daerah telah memberikan kewenangan yang luas untuk membangun wilayahnya sesuai dengan kemampuan daerah. Perencanaan di peternakan sebagai sektor strategis untuk mendukung perencanaan pembangunan nasional harus melibatkan pemangku kepentingan dari pemerintah, swasta dan masyarakat. Keterlibatan ini dalam gambaran good governance akan memastikan perencanaan berdasarkan potensi yang tersedia, proses perencanaan yang tepat dan mengetahui hambatan yang ada, sehingga pada akhirnya akan menghasilkan rencana sesuai dengan kebutuhan daerah (Suwarjo, 2012).
Peternakan  sebagai salah satu sub sektor dalam sektor pertanian merupakan bagian integral dari keberhasilan petanian di  indonesia. Oleh karena itu pembangunan sektor peternakan diarahkan untuk menigatkan pendapatan petani peternak, mendorong diversifikasi pangan dan perbaikan kualitas gizi masyarakat serta pengembangan eksport. Adanya perbaikan tingkat pendapatan dan kesejahteraan rakyat, konsumsi protein hewani diperkirakan akan terus meningkat disamping peluang dan potensi pasar domestik, komoditas peternakan juga mempunyai potensi pasar ekspor yang cukup besar. Pembangunan produksi peternakan menjadi penting sebagai bagian dari upayah-upayah untuk menciptakan dari suatu  pembangunan yang baik dan perlu mendapat perhatian yang serius dari berbagai unsur yang ada. Peran pemerintah lebih banyak kepada peran-peran stimulasi, dinamisasi, regulasi dan fasilitasi bagi masyarakat dan pelaku usaha peternakan. Sedangkan partisipasi masyarakat perlu terus didorong dan diberi tempat sejak perencanaan hingga pengawasan untuk berkelanjutan pembangunan (Sirajuddin dan Nurlaelah, 2014)
            Pembangunan yang dilaksanakan di negara kita memiliki konsep tersendiri, yaitu apa yang disebut dengan Trilogi Pembangunan, yaitu pemerataan pembangunan beserta hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Perencanaan pembangunan diperlukan agar terdapat kesesuaian antara tujuan yang ingin dicapai dengan ketersediaan sumberdaya dan mengetahui hubungan wilayah tersebut dengan daerah luar. Adapun tujuan dari pembangunan suatu wilayah antara lain adalah: (1) mencapai pertumbuhan pendapatan perkapita yang tinggi, dan (2) menyediakan kesempatan kerja yang cukup. Apabila kedua tujuan tersebut sudah dicapai, maka tingkat kesejahteraan masyarakat yang diinginkan akan dapat terlaksana (Iswandi, 1996).
            Dalam konteks pembangunan pertanian yang berkelanjutan, arah pengembangan peternakan harus berorientasi jangka panjang, di mana sumber daya alam dan sumber daya manusia harus dijaga keseimbangannya. Hal tersebut ditujukkan agar sumber daya alam dapat menyediakan barang yang diperlukan oleh manusia dari generasi ke generasi (Firman dkk, 2005).
II.2 Peranan Peternak dalam Pembangunan Peternakan
Pengalaman pembangunan menunjukkan bahwa pengembangan sumberdaya manusia menjadi bagian penting untuk tercapainya keberhasilan pembangunan itu sendiri. Dalam bidang peternakan pentingnya sumber daya peternak yang berkualitas sangat dirasakan sekali. Saat ini berbagai kebutuhan terhadap protein asal hasil ternak sebagian besar masih tergantung pada impor. Padahal dilihat dari potensi wilayah dan tingkat kebutuhan konsumsi terhadap protein hewani yang terus meningkat, mengharuskan untuk memiliki kemandirian (Mauludin dkk, 2012).
Pembangunan peternakan (sebagai bagian dari pertanian) pada hakekatnya berusaha mentransformasikan sistem peternakan tradisional menjadi system peternakan modern yang maju. Untuk mentrans-formasikan sistem peternakan tersebut,  maka setiap strategi pembangunan sekurang-kurangnya mencakup dua dimensi prima yaitu dimensi teknis-ekonomi dan dimensi sosio-kultural. Dimensi teknis-ekonomi menyangkut proses peningkatan pengetahuan dan keterampilan berusaha para peternak, sementara dimensii sosio-kultural berintikan proses pentransformasian sikap mental, nilai-nilai, dan pola interpretasi peternak ke arah yang makin dinamis. Kedua dimensi tersebut saling terkait dan memiliki logika tersendiri sehubungan dengan elemen elemen yang mendukungnya (Nurlina, 2007).
Sumber daya manusia pada usaha peternakan merupakan faktor penting dalam melakukan inovasi dan ide-ide pengembangan agribisnis. Potensi peternakan membahas tentang sumber daya ternak meliputi jenis dan populasi ternak di Indonesia. Kontribusi ternak sebagai sumber pangan hewani, meliputi produk utama yang dihasilkan peternakan, manfaat ternak secara ekonomi serta prospek dan perkembangan bisnis peternakan di Indonesia. Umur sangat berpengaruh terhadap kemampuan fisik dalam melakukan pekerjaan, umumnya umur yang lebih muda akan memiliki kemampuan lebih baik dalam melakukan usahataninya yang akan menghasilkan produksi lebih banyak serta lebih giat dan aktif memelihara sapi. Petani yang lebih muda akan lebih cepat menerima dan menyerap inovasi baru (Sugiarto dan Syarifuddin, 2011)
Faktor – faktor yang diperhatikan dalam melaksanakan pengembangan sapi potong adalah sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya pakan ternak yang berkesinambunagan, selanjutya proses budidaya perlu mendapat perhatian melalui bibit, teknologi dan lingkungan yang strategis yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi keberhasilan pengembangannya. potensi dasar yang dimiliki peternak menunjukan kemampuan suatu kawasan. potensi yang dimaksud adalah pengalaman beternak, pendidikan formal dan non formal peternak serta intensitas berkomunikasi peternak (Suroto dan Nurhasan, 2014).
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan lebih mudah dan cepat dalam menerima teknologi baru. Teknologi kunci sebagai penentu potensi peternak meliputi teknologi pakan, pencegahan dan penanggulangan penyakit dan seleksi ternak. potensi peternak dalam teknologi pakan, pencegahan dan penanggulangan penyakit ditentukan oleh kemammpuan peternak dalam mengobati penyakit ternak yang umum terjadi. potensi peternak dalam seleksi ternak ditentukan oleh kemampuan peternak melakukan seleksi pejantan atau induk yang dipelihara (Mosher dalam Musdalifah, 2013).
II.3 Potensi Dasar Peternakan
a.      Potensi Tenaga Kerja (SDM)
Manusia baik sebagai perorangan maupun kelompok, hidup dengan lingkungan yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Melalui hubungan yang erat dan juga timbal balik sifatnya, manusia menyesuaikan diri, memelihara serta mengelola lingkungan dari hasil hubungan yang dinamik antara manusia dan juga lingkungannya. Salah satu usaha manusia dalam memanfaatkan lingkungan fisik adalah usaha peternakan. Dalam usaha ini terjadi aktivitas-aktivitas kaitan antara dengan ternak, manusia dengan tumbuh-tumbuhan dan manusia dengan manusia lainnya (peternak dengan pedagang maupun dengan konsumen). Memperoleh keuntungan dari setiap usaha adalah salah satu sasaran utama, jadi jika merencanakan suatu usaha sederhana sekalipun dan berharap mendapat keuntungan diperlukan analisis ekonomi yang tidak saja menyangkut modal tetapi juga menyangkut manajemen dan pemasaran hasil produksi (Zuhdi, 2011)
Keberhasilan pembangunan peternakan dengan pendekatan agribisnis ditentukan oleh konsistensi pengelolaan antar subsistem agribisnis hulu, budidaya, agribisnis hilir, dan jasa penunjang agribisnis, Oleh karena itu, keberhasilan pembangunan agribisnis berbasis peternakan akan sangat ditentukan keharmonisan kerjasama tim (team-work) sumberdaya manusia (SDM) baik yang berada pada agribisnis hulu, budidaya, agribisnis hilir, danyang ada pada jasa penunjang. Dengan perkataan Iain, seluruh SDM yang berada pada satu agribisnis komoditas (misalnya agribisnis ayam ras) dari hulu ke hilir harus dipandang sebagai suatu tim kerja (team-work) (Musdalifah, 2013).
Sumberdaya manusia pertanian yang dibutuhkan untuk masa depan adalah SDM yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian, memiliki jiwa entrepreneurship, serta siap menghadapi kompetisi bisnis, baik pada tataran lokal, nasional, regional, maupun global. Di lain pihak, yang dibutuhkan sekarang dan masa depan adalah sosok petani berbudaya modern, dengan ciri-ciri antara lain memiliki kemampuan manajemen modern, mampu bekerjasama, terspesialisasi, dan mampu bekerja secara produktif dan efisien. Dengan kata lain yaitu sosok petani yang berbudaya industri sangat dibutuhkan untuk masa kini dan masa depan (Sarengat dkk, 2002).
Peternakan merupakan sub sektor dari sektor pertanian. Meskipun kontribusinya tidak terlalu besar terhadap sektor pertanian ataupun terhadap perekonomian secara langsung, namun dari tahun ke tahun kontribusinya semakin meningkat. Salah satu bagian dari sub sektor peternakan adalah sapi potong. Sapi merupakan ternak ruminansia besar yang paling banyak dipelihara oleh peternak. Selain itu sapi potong juga merupakan sumberdaya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomis tinggi disamping menghasilkan produk ikutan lain seperti pupuk, kulit dan tulang (Ridwan, 2006).
Pembangunan peternakan pada dasarnya merupakan bidang yang potensial yang memiliki peran penting dan strategis dalam pembangunan ekonomi di sektor pertanian, khususnya dalam upaya perluasan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani peternak dan keluarga petani peternak guna pengentasan kemiskinan serta peningkatan konsumsi protein hewani dalam rangka peningkatan kecerdasan bangsa. Pembangunan bidang peternakan merupakan salah satu bagian dasar yang penting bagi pembangunan nasional yang berorientasi pada peningkatan kemampuan petani peternak untuk menuju kemandirian sehingga tingkat pendapatan dan kesejahteraannya semakin meningkat (Yoyo dkk, 2013).
Dalam kehidupan sehari-hari, ternak memiliki banyak peran yang bermanfaat bagi para pemilik dan petani pemeliharanya, yaitu antara lain untuk: (i) Sebagai sumber pendapatan yang dapat meningkatkan daya beli petani, (ii) Menyediakan makanan bergizi, khususnya protein hewani, khususnya bagi masyarakat pedesaan, (iii) Menciptakan lapangan pekerjaan, (iv) Menghasilkan bahan input dalam berusahatani seperti: kotoran hewan sebagai sumber pupuk dan membantu tenaga kerja pertanian, dan (v) Digunakan sebagai tabungan yang setiap saat dapat dijual dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga (Bamuali dan Subowo, 2007).
b.      Potensi Lahan Dan Lingksungan Fisik
Pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang berdampak langsung pada peningkatan pendapatan perkapita penduduk serta kesadaran masyarakat akan pentingnya protein telah meningkatkan permintaan dan konsumsi daging, termasuk daging sapi. Sementara pada sisi produksi, pertumbuhan populasi sapi tidak mampu mengimbangi pertumbuhan permintaan (Ridwan, 2006).
Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi sumberdaya lahan sangat beragam. Keragaman ini berpengaruh terhadap potensi sumber daya lahan dalam mendukung pengembangan pertanian khususnya bidang peternakan . Dari luas lahan Indonesia 75 .893 .305 ha, fisiografi aluvial, volkan dan tektonik dengan topografi datar hingga bergelombang yang luasnya 45 .300 .781 ha (59,7%) merupakan lahan yang mempunyai potensi paling baik dalam mendukung pengembangan lahan peternakan. Lahan lainnya terdiri dari fisografi maring, gambut, perbukitan danpegunungan yang sebagian masih bisa memberikan dukungan terhadap pengembangan peternakan. Demikian juga dari keragaman tanah dan iklim, Indonesia sebagai negara kepualauan mempunyai keragaman yang sangat menguntungkan dalam rangka penyediaan dan penganekaragaman komoditas pertanian, termasuk pengembangan peternakan. Adanya keragaman tersebut akan mempengaruhi potensi lahan dalam kaitannya denga pengembangan suatu komoditas (Suratman dan Busyra, 2006)
Analisis kesesuaian lahan dan arah pengembangan wilayah peternakan di Indonesia telah dihasilkan, dan ini dapat memberi warna sebagai infromasi dasar dalam menentukan lokasi yang tepat untuk wilayah pengembangan ternak ruminansia di Indonesia. Sebelumnya dalam menentukan wilayah potensial peternakan tertentu, ditenggarai bahwa para pengambil kebijakan hanya menggunakan sebagian besar dengan ”nalurinya” karena telah lama berpengalaman di bidangnya dan sedikit yang memakai analisis data secara menyeluruh untuk menentukan pemwilayahan peternakan tersebut (Sumanto dan januarni, 2009).
Evaluasi Lahan adalah cara menentukan tingkat kesesuaian Lahan untuk berbagai alternatif penggunaan antara lain untuk budidaya pertanian termasuk pengembangan peternakan. Evaluasi kesesuaian Lahan peternakan dilakukan terhadap kesesuaian Lahan pakan ternak sekaligus kesesuaian lingkkungan terhadap ternaknya. Analisis evaluasi kesesuaian Lahan untuk pakan ternak ruminansia mewakili tiga macam jenis strata pakan ternak yang meliputi jenis rumput-rumputan, perpaduan dan pepohonan terpitih. Selain itu juga ditakukan penilaian kesesuaian tingkungan ternak ruminansia . Hasil penilaian kesesuaian lahan pakan ternak dibedakan menjadi : Lahan sesuai (S), sesuai bersyarat (CS), dan tidak sesuai (N). Sedangkan kesesuaian tingkungan untuk ternak ruminansia dibedakan menjadi Lahan sesuai (S) dan tidak sesuai (N). Penentuan kesesuaian lahan peternakan adalah merupakan kominasi dari kesesuaian tingkungan ekologis ternak dan kesesuaian Lahan untuk pakan ternak (Suratman dan Busyra, 2006).
c. Potensi Sosial Ekonomi dan Kelembagaan
Bidang peternakan sebagai sub sektor dari pertanian merupakan bidang usaha yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia. Hal ini terkait dengan kesiapan subsektor ini dalam menyediakan bahan pangan hewani masyarakat, yang diketahui mutlak untuk perkembangan dan pertumbuhan. Kandungan gizi hasil ternak dan produk olahannya sampai saat ini diketahui mempunyai nilai yang lebih baik dibandingkan dengan kandungan gizi asal tumbuhan. Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan peternakan untuk memenuhi kebutuhan gizi maka pembangunan peternakan saat ini telah diarahkan pada pengembangan peternakan yang lebih maju melalui pendekatan kewilayahan, penggunaan teknologi tepat guna dan penerapan landasan baru yaitu efisiensi, produktivitas dan berkelanjutan (sustainability). Disamping itu pembangunan sub sektor peternakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan pertanian, harus dilaksanakan secara bertahap dan berencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dilakukan antara lain melalui peningkatan produksi ternak sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat peternak dari waktu ke waktu. Untuk itu perlu mendorong peternak agar tetap mampu bersaing baik pada skala lokal, regional, nasional maupun internasional (Syahyuti,  2006).
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan distribusi pendapatan yang adil dan merata. Sebab, pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini hanya dinikmati oleh sekelompok kecil masyarakat, seperti: masyarakat perkotaan, sedangkan masyarakat pedesaan atau pinggiran mendapat porsi yang kecil dan tertinggal. Kesenjangan di daerah ini semakin diperburuk karena adanya kesenjangan dalam pembangunan antar sektor, terutama antara sektor pertanian (basis ekonomi pedesaan) dan non-pertanian (ekonomi perkotaan) (Syahya, 2010).
            Menurut Syahyuti (2006) kelembagaan (institution) sebagai aturan main (rule of game) dan organisasi, berperan penting dalam mengatur penggunaan/ alokasi sumber daya secara efisien, merata dan berkelanjutan. Sebagai hasil dari pembagian pekerjaan dan spesialisasi pada sistem ekonomi maju sering mengarah kepada keadaan dimana orang-orang menjadi hampir tidak mampu lagi berdiri sendiri dalam arti mereka tidak dapat menghasilkan barang-barang dan jasa yang dibutuhkan untuk kehidupan (konsumsinya) sehingga pemenuhan kebutuhannya diperoleh dari orang/pihak lainnya yang bespesialisasi melalui suatu pertukaran yang dalam ekonomi disebut transaksi ekonomi. Agar transaksi ekonomi dapat berlangsung perlu adanya koordinasi antar berbagai pihak dalam sistem ekonomi yang sekaligus juga mencakup aturan representasi dari pihak-pihak yang berkoordinasi tersebut. Pada dasarnya ada dua bentuk koordinasi utama yaitu koordinasi untuk keperluan :
1.  Transaksi melalui sistem pasar, dimana harga-harga menjadi panduan dalam mengkoordinasikan alokasi sumberdaya-sumberdaya tersebut jadi harga-harga berperan sebagai pemberi isyarat dan sebagai pembawa informasi yang mengatur koordinasi alokasi sumberdaya kepada pembeli dan penjual.
2. Transaksi tersebut dilakukan dalam sistem organisasi-organisasi yang berhirarki di luar sistem pasar dimana wewenang kekuasaan berperan sebagai koordinator dalam mengatur alokasi sumberdaya tersebut. Suatu kelembagaan adalah suatu pemantapan perilaku yang hidup pada suatu kelompok orang yang merupakan sesuatu yang stabil, mantap dan berpola; berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat; ditemukan dalam sistem sosial tradisional dan modern atau bisa berbentuk tradisional dan modern dan berfungsi mengefisienkan kehidupan sosial.
II.4 Permasalahan Perencanaan Pembangunan Pada Potensi Dasar Peternak
            Penyelenggaraan kehidupan dan bernegara pada hakikatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyakat. sehubungan dengan itu, tugas pemerintah selaku salah satu unsur penyelenggara Negara antara lain adalah melaksanakan pembangunan perekonomian untuk sebesar - besarnya kemakmuran rakyat. pembangunan dibidang ekonomi ini mencangkup berbagai sector dan subsector pembangunan, diantaranya adalah sektor pertanian dan subsektor peternakan (Arabinaya, 2013).
Kebutuhan pangan asal ternak akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya pendapatan masyarakat dan kesadaran gizi, urbanisasi, dan terjadinya perubahan pola makan. Urbanisasi akan mengubah gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat yang tinggal di perkotaan, yang umumnya memiliki pendapatan lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di pedesaan (Musdalifah, 2013).
Dengan terus bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan pangan utama seperti beras, kedelai, dan gula akan semakin tinggi, sehingga pemanfaatan lahan dan air akan lebih diprioritaskan untuk pangan utama tersebut. Hal ini akan semakin berat bagi subsektor peternakan untuk meningkatkan produksinya. Lahan-lahan penggembalaan produktif akan dimanfaatkan untuk tanaman pangan, dan peternakan akan beralih ke arah peternakan intensif atau semiintensif dengan sistem integrasi tanaman ternak, terutama untuk ternak ruminansia. Kemungkinan peternakan akan tetap berkembang pada daerah - daerah dekat konsumen (di pinggiran kota) dengan mendatangkan bahan pakan dan pakan melalui perbaikan sistem transportasi, terutama untuk unggas (Bahri dan Tiesnamurti, 2012).
Untuk mencapai tujuan pembangunan peternakan tersebut perlu dirumuskan strategi dan kebijakan dalam usaha memperkuat agribisnis ternak local dan bagaimana meraih peluang – peluang baik di dalam negeri maupun luar negeri. upaya penulisan rencana pembangunan peternakan merupakan sumbangan pikiran dengan harapan industry agribisnis peternakan mencapai kemandirian dalam swasembada dalam waktu relative pendek sementara plasma nutfah dapat dikembangkan (Yusdja dan Ilham, 2006).
Namun dalam merencanakan pembangunan peternakan terdapat beberapa masalah sebagai penghambat tujuan, seperti yang dikutip dari pernyataan Bahri dan Tiesnamurti (2012) yang menyatakan bahwa Indonesia yang memiliki daratan sepertiga dari seluruh wilayahnya (dua pertiga merupakan lautan), hanya memiliki daratan seluas 1,9 juta km2 atau 190 juta ha (Badan Pusat Statistik 2008b). Luas sawah sekitar 8 juta ha, perkebunan 20 juta ha, dan kehutanan 140 juta ha. Lahan untuk peternakan tidak tersedia secara khusus sehingga peternakan tidak memiliki kawasan khusus seperti padang rumput yang luas (pastura) untuk penggembalaan atau untuk tanaman pakan ternak. Akibatnya pemeliharaan ternak menjadi tersebar dan dikembangkan secara terintegrasi dengan berbagai tanaman yang ada. Keadaan ini berbeda dengan di Brasil yang lahan untuk peternakannya mencapai 170 juta ha dengan populasi sapi potongnya mencapai 205 juta ekor.
Menurut Firman (2006) permasalahan pembangunan peternakan disetiap provinsi yaitu kurangnya pembinaan kepada peternak terutama peternak yang berprofesi sebagai penambang timah yang tidak punya kemampuan dalam beternak, kekurangan sumber daya manusia di dinas provinsi khususnya petugas keswan dapat menjadi salah satu penghambat kegiatan sehingga perlu ditambah, sarana dan prasarana pendukung pengembangan peternakan sapi potong yang perlu ditingkatkan agar kinerja dinas dapat ditingkatkan, pengembangan perbibitan sapi potong sangat diperlukan agar pengadaan bibit tidak tergantung pada Lampung, serta kurangnya kebijakan pemerintah yang mendukung pada pengembangan sapi potong.


BAB III
METODEOLOGI PRAKTEK LAPANG
III.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
            Praktek lapang perencanaan pembangunan peternakan mengenai identifikasi potensi dasar peternakan dilaksnakan pada hari Jum’at tanggal 28 sampai hari minggu tanggal 30 Oktober 2016. Bertempat di Desa Balusu, Kecamatan Balusu, Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan.
III.2. Jenis dan Sumber Data
                Jenis data yang digunakan dalam praktek lapang perencanaan pembangunan peternak mengenai potensi dasar peternak yang bertempat di Desa Ballusu, Kecamatan Ballusu Kabupaten Barru, Ada dua yaitu sebagai berikut:
1.    Data kuantitatif, yaitu prosedur penelitian yang dihasilkan data deskriptif berupa kata-kata oleh atau lisan dari orang-orang atau pelaku yang dapat diamati
2.      Data kualitatif, yaitu penelitian yang melahirkan pengukuran lingkungan suatu ciri tertentu, penelitian kuantitatif mencakup setiap jenis penilitian yang didasarkan atas perhitungan presentasi rata-rata kuadrat dan perhitungan statisti lainnya.
III.3 Metode Pengambilan Data
a.       Obsevasi, yaitu pengambilan data yang dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap objek yang akan di teliti.
b.      Wawancara, yaitu melakukan wawancara langsung dengan pihak masyarakat mengenai variabel - variabel praktek lapang dan menggunakan bantuan kusioner.
c.       Studi Kepustakaan, yaitu berdasarkan beberapa buku sebagai literatur dan landasan teori yang berhubungan dengan penelitian ini.
III.4 Kegiatan Yang Dilakukan
Kegiatan yang dilakukan dalam praktek lapang perencanaan pembangunan peternakan mengenai identifikasi potensi dasar peternaknan yang dilakukan di dusun balusu desa balusu kecamatan balusu kabupaten barru ialah melakukan diskusi kelompok dengan petani peternak dan mencari tahu permasalahan permasalan yang sedang dihadapi khusunya mengenai identifikasi potensi dasar peternakan dan menggali potensi potensi dari peternak serta memberikan solusi atau pemecahan masalah dari permasalah yang dihadapai.
Alat analisis yang digunakan adalah statistic deskriptif yang didasarkan pada masyarakat tentang identifikasi potensi dasar peternakan di dusun balusu desa balusu kecamatan balusu kabupaten barru menggunakan metode Delphi dengan tujuan untuk mengetahui pendapat  masyarakat, dalam hal ini orang orang yang mengetahui isu permasalahan serta kondisi dilapangan yang sebenarnya. Dengan demikian diperoleh informasi yang diinginkan. Tahapan dalam metode dilphi adalah sebagai berikut :
a.       Spesifiasi isu, peneliti harus menentuka issu apa yang harus dikomentari responden
b.      Membuat kuisioner yang esuai dengan issu yang telahber ditetapkan oleh peneliti
c.       Menyeleksi responden, para responden sebisa mungkin berbeda, tidak hanya dalam posisi mereka tetapi juga mengenalinya
d.      Menyiapksn laporan akhir, mencakup ulasan tentang berbagai issu dan pilihan yang mengemukakan yang menjelaskan pilihan dan pola yang diterapkan






















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Variabel Potensi Peternak
IV. 1.1 Potensi Dasar
            Berdasakan hasil praktek lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan yang dilakukan di Desa Balusu Kecamatan Balusu Kabupaten Barru diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 1:
Tabel. 1 Potensi Dasar
        Variabel                                 Nilai                  Pembobot                 Skor
Lama beternak                                
·         5-10 tahun                            5                          2,5                         12,5
Pendidika formal
·         SLTP                                    6                         4,25                        25,5
Pendidikan non formal
·         Tidak ada                              0                         2,75                         0
Kemampuan membaca
dan menghitung
·         Dapat                                   10                         3,75                       3,75
Intensitas berkomunikasi
·         <1 kali perminggu                1                             4                           4
Total


   79,5
Sumber: Data Primer Praktek Lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan Desa Balusu, 2016.
                  
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden memiliki tingkat potensi dasar tinggi dengan total skor 79,5. Hal ini dikarenakan lamanya peternak berternak cukup lama sehingga peternak memiliki pengalaman beternak yang dapat diaplikasikan dalam usaha peternakan  sehingga meningkatkan kualitas sumber daya manusia khususnya peternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Suroto dan Nurhasan (2014), Faktor – faktor yang diperhatikan dalam melaksanakan pengembangan sapi potong adalah sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya pakan ternak yang berkesinambunagan, selanjutya proses budidaya perlu mendapat perhatian melalui bibit, teknologi dan lingkungan yang strategis yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi keberhasilan pengembangannya. potensi dasar yang dimiliki peternak menunjukan kemampuan suatu kawasan. potensi yang dimaksud adalah pengalaman beternak, pendidikan formal dan non formal peternak serta intensitas berkomunikasi peternak.
IV.1.2 Potensi Tenaga Kerja     
            Berdasakan hasil praktek lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan yang dilakukan di Desa Balusu Kecamatan Balusu Kabupaten Barru diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 2:
Table 2. Konversi Satuan Ternak
Jenis Ternak
Umur
Ekor/ST
Sapi Potong
-          Dewasa
-          Muda
-          Anak

>2 tahun
<2 tahun
<1 tahun

5
0
1.25
Jumlah

6.25
Sumber: Data Primer Praktek Lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan Desa Balusu, 2016.

Tabel 3. Kebutuhan Tenaga Kerja Persatuan Ternak
Jenis Tenak
HKP/Satuan
Periode Waktu
Sapi Potong
86,479
1 tahun
Sumber: Data Primer Praktek Lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan Desa Balusu, 2016.

Tabel 4. Kriteria Penilaian Variabel Tenaga Kerja
Jenis Ternak
Kriteria PTK(ST)
Nilai
(1)
Pembobot
(2)
Skor (1x2)
Sapi Potong
2
1
8
16
Sumber: Data Primer Praktek Lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan Desa Balusu, 2016.

Tenaga kerja yang rendah dengan total skor 16. Hal ini dikarenakan tenaga kerja yang digunakan untuk usaha peternakan rakyat hanya dilakukan oleh anggota keluarga sehingga manajemen pemeliharaan yang dilakukan kurang maksimal bergantung pada jumlah anggota keluarga yang dimiliki. hal ini sesuai dengan pendapat Sarengat dkk, (2002) yang menyatakan bahwa Sumberdaya manusia pertanian yang dibutuhkan untuk masa depan adalah SDM yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian, memiliki jiwa entrepreneurship, serta siap menghadapi kompetisi bisnis, baik pada tataran lokal, nasional, regional, maupun global. Di lain pihak, yang dibutuhkan sekarang dan masa depan adalah sosok petani berbudaya modern, dengan ciri-ciri antara lain memiliki kemampuan manajemen modern, mampu bekerjasama, terspesialisasi, dan mampu bekerja secara produktif dan efisien. Dengan kata lain yaitu sosok petani yang berbudaya industri sangat dibutuhkan untuk masa kini dan masa depan.
IV.1.3 Potensi Penguasaan Teknologi
Berdasakan hasil praktek lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan yang dilakukan Perencanaan Pembangunan Peternakan di Desa Balusu Kecamatan Balusu Kabupaten Barru diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 5:
Table 5. Nilai dan Bobot Variabel Penguasaan Teknologi Peternak
No
Variabel
Nilai (1)
Pembobot
Skor (2)
1



2


3

·         Memilih Pakan >Dapat
·         Menyediakan Pakan >hanya dapat Mengumpulkan Kemanpuan dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit
·         Hanya dapat menanggulangi penyakit luar
Kemanpuan dalam seleksi pejantan /induk
5


1


5

1
3,75


3,75


3,75

3,75
18,75


3,75


18,75

3,75

TSP


45
Sumber: Data Primer Praktek Lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan Desa Balusu, 2016.

            Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa responden memiliki penguasaan peternak tinggi dengan skor 45. Hal ini disebabkan pengetahuan peternak untuk     mencukupi kebutuhan nutrisi ternak yang masih kurang ditandai dengan peternak hanya dapat mengumpulkan pakan dari padang penggembalaan tanpa melakukan perlakuan pada pakan yang akan diberikan pada sapi, selain itu pengetahuan untuk mengobati penyakit dalam masih kurang. Hal ini sesuai dengan pendapat Mosher dalam Musdalifah (2013) yang menyatakan bahwa teknologi kunci sebagai penentu potensi peternak meliputi teknologi pakan, pencegahan dan penanggulangan penyakit dan seleksi ternak. potensi peternak dalam teknologi pakan, pencegahan dan penanggulangan penyakit ditentukan oleh kemammpuan peternak dalam mengobati penyakit ternak yang umum terjadi. Potensi peternak dalam seleksi ternak ditentukan oleh kemampuan peternak melakukan seleksi pejantan atau induk yang dipelihara         
IV.1.4 Potensi Penyediaan input produksi
Berdasakan hasil praktek lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan yang dilakukan di Desa Balusu Kecamatan Balusu Kabupaten Barru diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 6:
Tabel 6. Kebutuhan Luas Kandang
Jenis ternak
Luasan kandang (m2/ST)
Luas kandang tersedia
Sapi potong
18.75 m2
8 m2
Sumber: Data Primer Praktek Lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan Desa Balusu, 2016.

Potensi Kepemilikan Kandang :
KPPTk            = (KTkI  - Tssi)
            = (2,5 – 6,25)
            = - 4,25
            Berdasarkan tabel 6 mengenai luasan kandang diketahui bahwa kandang yang dimiliki responden tidak tercukupi karena luasan kandang lebih luas dibanding luas kandang yang tersedia. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan peternak terhadap kebutuhan luasan kandang serta pemeliharaan ternak masih tradisional sehingga kandang yang dibuat hanya seadanya saja. Hal ini sesuai dengan pendapat  Firman (2006) yang menyatakan bahwa permasalahan pembangunan peternakan disetiap provinsi yaitu kurangnya pembinaan kepada peternak terutama peternak yang berprofesi sebagai penambang timah yang tidak punya kemampuan dalam beternak, kekurangan sumber daya manusia di dinas provinsi khususnya petugas keswan dapat menjadi salah satu penghambat kegiatan sehingga perlu ditambah, sarana dan prasarana pendukung pengembangan peternakan sapi potong yang perlu ditingkatkan agar kinerja dinas dapat ditingkatkan, pengembangan perbibitan sapi potong sangat diperlukan agar pengadaan bibit tidak tergantung pada Lampung, serta kurangnya kebijakan pemerintah yang mendukung pada pengembangan sapi potong.
Tabel 7. Kebutuhan Modal Investasi Dan Modal Kerja Beberapa Jenis Peternak
Jenis ternak
Kebutuhan modal (RP/ST)
Sapi potong
Rp.2.000.000
Sumber : Data Primer Praktek Lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan Desa Balusu, 2016.

Berdasarkan tabel 7 mengenai kebutuhan modal investasi dan modal kerja dari beternak sapi potong modal yang dibutuhkan oleh responden dari praktek lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan dalam usaha peternakan sapi potong yaitu sebanyak Rp. 2.000.000. modal yang dibutuhkan relative rendah disebabkan responden dalam memulai usaha peternakan ini tergolog masyarakat berpendapatan rendah sehingga modal yang dikeluarkannya relative sedikit. Hal ini sesuai dengan pendapat Syahyuti (2006) yang menyatakan bahwa bidang peternakan sebagai sub sektor dari pertanian merupakan bidang usaha yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia. Hal ini terkait dengan kesiapan sub sektor ini dalam menyediakan bahan pangan hewani masyarakat, yang diketahui mutlak untuk perkembangan dan pertumbuhan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan distribusi pendapatan yang adil dan merata. Sebab, pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini hanya dinikmati oleh sekelompok kecil masyarakat, seperti: masyarakat perkotaan, sedangkan masyarakat pedesaan atau pinggiran mendapat porsi yang kecil dan tertinggal.

IV.2     Kajian FGD dan Kuisioner
FGD merupakan suatu metode yang dilakukan dalam kegiatan praktek laang perencanaan pembangunan peternakan dengaan harapan untuk mengetahui masalah dan mencari solusi untuk permasalahan yang dialami peternak didesa Balusu Kecaamatan Balusu Kabupaten Barru. Dari hasil kegiatan FGD praktek lapang perencanaan pembangunan peternakan di Desa Balusu Kecaamatan Balusu Kabupaten Barru, diketahui bahwa masalah utama peternak yaitu kurangnya kesadaran peternk akan pentingnya manajemen perkandangan untuk sapi yang dipelihara. Hal ini disebabkan karena peternak merupakan pekerjaan sampingan selain bertani sehingga peternaak tidak fokus dalam pengoptimalan pemeliharaan ternak, ditambah lagi keadaan lingkungan yang tidak mendukung ketersediaan pakan dan kondisi tanah yang mudah terkena banjir membuat peternak memilih memelihara ternak diatas gunung dan lahan persawahan. Hal ini berdampak pada manajemen keamanan ternak dan penanganan penyakit.
Maka dari itu diharapkan peran dari pihak dinas kesehatan untuk menumbuhkan kesadaran peternak untuk mengoptimalkan pemeliharaan ternak sapi. Selain itu pelatihan penanaman hijauan untuk membantu ketersediaan hijauan ternk dan pembngunan kandang yang layak serta untuk perkandangan merupakan hl dibutuhkan peternak untuk menigkatkan produktifitas peternak.
IV.3  Permasalahan Perencanaan Pembangunan Peternakan pada Potensi Dasar Peternak
Berdasarkan hasil yang di dapatkan dari praktek lapang perencanaan pembagunan peternakan di Desa Balusu Kecamatan Balusu Kabupaten Barru pada FGD (Focus Grup Discution) tentang permasalahan perencanaan pembangunan peternakan pada potensi dasar peternak yaitu kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya manajemen pemeliharaan ternak yang baik. Petani peternak hanya menggembalakan ternaknya di pegunungan, akibat kurangnya hijauan makanan ternak pada lingkungannya dan keadaan lingkungan yang sering banjir sehingga peternak hanya menggembalakan ternaknya di daerah pegunungan tanpa membuat kandang. Petani peternak hanya dapat mengumpulkan pakan karena kurangnya pemahaman peternak di desa tersebut untuk mengolah pakan dan kurangnya penguasaan teknologi pengolahan pakan. Hal ini dapat berdampak pada ketahanan ternak terhadap penyakit dan keamanan pakan yang dimakan.
Inovasi yang dapat  di lakukan yaitu kita dapat melakukan penyuluhan tentang pentingnya manajemen perkandangan pada ternak sapi potong, kesehatan ternak dan cara pengolahan pakan agar nutrisi pada ternak dapat terpenuhi.



Tabel. 8  Perencanaan Pembagunan Peternakan Pada Potensi Dasar Peternakan
Perencanaan
Bulan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Penyuluhan












Pembuatan Kandang













Berdasarkan tabel. 8 dapat di ketahui bahwa Perencanaan Pembaguna Peternakan, penyuluhan dilakukan 4 kali setahun di mana diadakan pada bulan maret, juni, september dan desember. Menurut petani/peternak kegiatan penyuluhan tersebut masih tergolong kurang karena masalah dan kebutuhan yang di hadapi oleh masyarakat belum sepenuhnya terpenuhi oleh kegiatan penyuluhan tersebut. Pada kegiatan Pembuatan Kandang di laksanakan 4 kali dalam setahun di mana di adakan pada bulan april, agustus dan desember. Kegiatan pembuatan kandang tersebut sudah cukup baik karna di lakukan tiga kali dalam setahun dimana hal ini sesuai dengan program yang di rencanakan untuk Pembuatan Showroom di Desa Balusu Dusun Balusu Kecamatan Balusu Kabupaten Barru.
IV.3 Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Rencana anggaran biaya (RAB) untuk pembuatan kandang/showroom di Dusun Balusu Desa Balusu Kecamatan Balusu Kabupaten Balusu dapat dilihat pada Tabel 9 :





Tabel 9. Rencana Anggaran Biaya (RAB)
No.
Jenis Kegiatan
Volume
Harga satuan (Rp)
Jumlah (Rp)
1.
Evaluasi Kondisi Geografis
a.    Lahan

300 Ha

1.500.000

450.000.000
2.
Sosialisasi
a.  Penyuluhan

4 bulan

2.000.000

8.000.000
3.
Penyediaan Peralatan
a.  Pembelian Kayu dan peralatan lain

4 paket

   55.000.000

220.000.000
4.
Penyediaan teknologi pengolahan pakan
a.  Mesin cacah/coper


2 buah


20.000.000


40.000.000

Jumlah Total


718.000.000
Berdasarkan hasil identifikasi masalah dari Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan oleh Kepala Dinas Peternakan Kab.Barru serta paparan dari salah satu responden masyarakat Dusun Balusu, Desa Balusu kec. Balusu, Kab. Barru diperoleh jumlah total rencana anggaran biaya untuk pembuatan kandang/showroom sebesar Rp.718.000.000 Biaya ini diperoleh dari jumlah dana evaluasi kondisi geografis yaitu lahan perkandangan sebesar Rp. 450.000.000.000, dan sosialisasi penyuluhan 8.000.000, Penyediaan peralatan berupa pembeliaan kayu dan peralatan lainnya dengan anggaran 220.000.000, dan penyediaan teknologi pengolahan pakan berupa mesin cacah /copper dengan anggaran Rp. 40.000,000.





BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktek lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan di Desa balusu kecamatan balusu kabupaten barru didapatkan hasil dari responden bernama rahmatan memiliki usaha peternakan sapi potong yang berjumlah 10 ekor dengan potensi dasar yang dimiliki mencapai skor 79,5 yang termasuk dalam penilaian skor tinggi, tenaga kerja dari 6,25 satuan ternak yang dikerjakan oleh 2 orang yaitu dengan suaminya sehingga didapatkan skor 16, penguasaan teknologi mendapatkan skor 45 hal ini disebabkan karena pengetahuan peternak untuk mencukupi kebutuhan nutrisi ternak masih kurang, kebutuhan luas kandang yang dibutuhkan dari 6,25 ST yaitu 18,75 m2 sedangkan kandang yang tersedia hanya seluas 8 m2. serta modal yang  dibutuhkan dalam memulai usaha beternak sapi potong sebanyak Rp. 2.000.000 hal ini dikarenakan tingkat pendapatan peternak yang relatif rendah.
V.2 Saran
            Sebaiknya dalam melakukan praktek lapang perencanaan pembangunan peternakan harus diperhatikan materi perkuliahan agar lebih cepat memberikan materi yang berhubungan dengan praktek lapang terlebih dahulu baru melaksanakan praktek lapang. saran untuk asisten agar selalu baik hati kepada kami praktikan serta saran untuk praktek lapang sebaiknya mengoptimalkan waktu sebanding dengan kegiatan selama praktek lapang perencanaan pembangunan peternakan.




DAFTAR PUSTAKA
Arabinaya. 2013. Perencanaan Strategik Pengembangan Agribisnis Peternakan Sapi Potong. Program Pasca Sarjana Manajemen Dan Bisnis Institut Pertanian Bogor. Bogor

Bahri, Sjamsul. Dan Tiesnamurti, Bess. 2012. Strategi Pembangunan Peternakan Berkelanjutan Dengan Memanfaatkan Sumber Daya Lokal. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Peternakan. Bogor

Bamualim, Abdullah. Dan Subowo G. 2007. Potensi Dan Peluang Pengembangan Ternak Sapi Di Lahan Perkebunan Sumatera Selatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Sumatera Barat. Padang

Firman, Ac   hmad. 2006. Hasil Evaluasi Program Pembangunan Peternakan Dan Tinjauan Masa Depan Melalui Perspective Analysis. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Bandung

Firman, Achmad . Linda Herlina. Dan Marina Sulistyati. 2005. Analisis Development Diamond Dan Potensi Wilayah Pengembangan Peternakan Yang Berwawasan Lingkungan Di Kabupaten Majalengka. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Bandung

Iswandi, Shodiq. 1996. Analisis Kawasan Usaha Pengembangbiakan dan Penggemukan Sapi Potong Berbasis Sumberdaya Lokal Pedesaan untuk Program Nasional Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi. Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto

Mauludin, M. Ali. Sugeng Winaryanto. dan Syahirul Alim. 2012. Peran Kelompok dalam Mengembangkan Keberdayaan Peternak Sapi Potong (Kasus Di Wilayah Selatan Kabupaten Tasikmalaya). Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung

Musdalifah. 2013. Pembangunan Agribisnis Berbasis Peternakan Dan Implikasinya Bagi Pengembangan Sumber Daya Manusia. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Bandung

Nugroho.2014. Model Kelembagaan Integrasi Perencanaan Pembangunan Peternakan. Program Pascasarjana Manajemen Dan Bisnis Institut Pertanian Bogor. Bogor

Nurlina, Lilis. 2007. Upaya Transformasi Peternak Sapi Perah Melalui Keseimbangan Dimensi Sosio-Kultural Dan Teknis-Ekonomis. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung

Ridwan, Sofy Saeful. 2006. Potensi Dan Strategi Pengembangan Usaha ternak Sapi Potong Di Kabupaten Sumedang. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor


Sarengat, Warsono.  Joelal Achmadi dan Bambang Trisetyo Eddy. 2002. Pemberdayaan Sumberdaya Manusia Peternakan Menuju Usahaternak Unggas Yang Berdaya Saing. Fakultas Peternakan Universitas Dipoenegoro. Semarang

Sugiarto dan Syafruddin. 2011.  Peranan Kelompok Peternak Sapi Potong Dengan Pendekatan Sistem Integrasi Padi Ternak (Sipt) Di Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Dan Jawa Barat. Pusat Analisis Sosial Ekonomi Dan Kebijakan Pertanian Badan Litbang, Departemen Pertanian. Jakarta

Sujarwo. 2012. Perencanaan Bidang Peternakan Dalam Perspektif Good Governance. Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya. Malang

Sumanto dan Juarini. 2009. Potensi Lahan Pengembangan Sapi Potong Menunjang Ketersediaan Daging Di Kabupaten 50 Koto Sumatera Barat. Balai Penelitian Ternak. Bogor

Suratman dan Busyra. 2006. Potensi Sumberdaya Lahan Sebagai Basis Tata Ruang Pengembangan Peternakan Ruminansia Di Indonesia. Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Jambi

Suroto dan Nurhasan. 2014. Kebijakan Sub Sektor Peternakan Dalam Mendukung Pengembangan Sistem Integrasi Sawit-Sapi. Direktur Pengembangan Peternakan, Ditjen Bina Produksi Peternakan. Jakarta

Yoyo, Mochamad Sugiarto dan Agus Priyono. 2013. Analisis Potensi Peternak Dalam Pengembangan Ekonomi Usaha Kambing Lokal Di Kabupaten Banyumas. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto

Yusdja, Yusmichad. Dan Ilham, Nyak. 2006. Arah Kebijakan Pembangunan Peternakan Rakyat. Pusat Analisis Social Ekonomi Dan Kebijakan Pertanian. Bogor

Zuhdi, A. 2011. Analisis Usaha Peternakan Burung Puyuh Di Desa Gajahan Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar. Fakultas Peternakan Universitas Dipoenegoro. Semarang